Ramadhan adalah bulan untuk melahirkan kembali manusia ke fitri. Itulah mengapa setelah selesai menjalankan ibadah puasa dinamakan dengan ‘Selamat Idul Fitri-Kembali ke Fitri’. Kefitrian hanya bisa diukur manakala semua tindakan manusia penuh dengan nilai-nilai akhlaqi. Jadi, antara kefitrian dan akhlaqi adalah dua sisi dari satu mata uang. Akhlaqi mengajarkan norma dan nilai agar setiap orang berakhlak mulia kepada Allah, sesama, dan lingkungan. Keduanya adalah substansi ajaran Islam yaitu agar manusia berakhlak mulia dan berbudi luhur. Nabi bersabda : "Tidaklah aku diutus selain untuk menyempurnakan akhlak.” Akhlak mulia atau budi luhur harus diwujudkan melalui “pekerti” atau perilaku sehari-hari. Akhlak mulia dan budi luhur yang terpantul dalam pekerti disebut dengan budi pekerti. Budi pekerti menanamkan nilai-nilai universal sepert kejujuran, adil dan bertanggung jawab, hormat kepada sesama, tepo seliro. Nilai-nilai seperti inilah jika dijalankan secara istiqamah oleh manusia berarti manusia itu adalah insan yang fitri karena menjaga kesucian diri,
Hilang dan Mulai Luntur
Sayang, pelajaran budi pekerti tersingkir dari mata ajar wajib sekolah kita. Akibatnya, kehidupan kita dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara terpuruk seperti sekarang. Para pemimpinan terperosok ke dalam berbagai masalah. Mereka hanya pandai memberi contoh dan teladan ‘dalam kata’, tetapi tidak mampu “menjadi contoh atau teladan ‘dalam kata dan perbuatan’.
Akhlaqi yang diwujudkan melalui pekerti yang berbudi akan melahirkan manusia-manusia bermoral, yang menyadari dirinya sebagai umat beriman dan mengaktualisasikan kesadarannya itu dalam sikap, tutur kata, tingkah laku, dan perbuatan. Mendidik karakter atau watak bangsa harus diawali sejak lahir. Orang tua adalah gerbang pertama pendidikan dan penanaman karakter. Pendidikan karakter berlangsung sepanjang umur. Mereka dengan status ‘lebih’ dalam berbagai hal harus mampu mentransformasikan pendidikan watak kepada bawahannya. Lebih dalam berbagai hal di sini maksudnya lebih dalam umur atau senioritas, jabatan, kepangkatan, kepandaian, kecakapan, kekayaan, kekuatan, dan keadaban. Diharapkan mereka yang tidak hanya pandai memberi ‘contoh teladan’ saja, melainkan harus mampu menjadi ‘contoh dan teladan’.
Muatan pendidikan Akhlaq pada dasarnya ditentukan oleh pilihan nilai yang diyakininya. Nilai berbeda dengan etika. Etika memberikan prinsip-prinsip yang menentukan perbuatan sebagai benar, baik, dan layak. Etika berurusan dengan bagaimana orang yang bermoral harus berbuat atau bertindak. Adapun nilai merupakan putusan dari dalam hati nurani seseorang yang menentukan bagaimana seseorang benar-benar bertindak atau berbuat. Nilai berkaitan dengan etika apabila bersangkutan dengan sesuatu yang diyakini benar atau salah. Nilai hakiki ajaran itu dalam Islam di sebut dengan akhlaq yang wujudnya adalah menjaga kesucian. Pelaksanaan dua nilai itu memerlukan pedoman moralitas yang mengakar pada hatinuraninya. Ilmu Tasawuf mengajarkan bahwa hati nurani adalah raja, akal adalah panglima, sedangkan nafsu dan panca indera adalah perangkat jiwa yang harus tunduk kepada Sang Raja, yaitu hati nurani.
Berdasarkan argumentasi ini, moralitas mengandung tiga unsur Pertama, disiplin yang dibentuk oleh konsistensi atau keteraturan tingkah laku dan wewenang hanya tunduk kepada akhlaqi dan kefitrian. Kedua, keterikatan terhadap kelompok atau masyarakat yang hanya bertujuan terciptanya kedamaian. Ketiga, otonomi bahwa setiap individu berhak melakukan pilihan hidupnya yang hanya bertujuan untuk ibadah, taqarrub kepada Allah SWT.
Kepribadian Sempurna
Resultante dari akhlaqi, kefitrian, nilai, dan etika tersebut jika dijalankan secara istiqamah dan mudawamah (konsisten dan terus menerus) akan melahirkan kepribadian manusia sempurna yang disuritauladankan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam pandangan Islam, kepribadian merupakan interaksi dari kualitas nafs, qalb, ‘aql dan bashirah, yaitu interaksi antara jiwa, hati, akal, dan hati nurani. Kepribadian, di samping bermodal kapasitas fitrah bawaan sejak lahir dari warisan genetika orang tuanya, terbentuk dari proses panjang riwayat hidup dan proses internalisasi nilai pengetahuan dan pengalaman keyakinan agama yang diterima dari pengetahuan maupun dari pengalaman masuk dalam struktur kepribadian seseorang. Karena itu kualitas kepribadian muslím setiap orang berbeda-beda. Kualitas kepribadian muslim juga tidak selalu konstan, terkadang kuat dan utuh, terkadang terdistorsi oleh pengaruh di luar keagamanya.
Contoh nyata kepribadian yang sempurna dalam kehidupan masyarakat adalah sikap jujur dan amanah. Yang dimaksud dengan jujur adalah sikap yang tulus dalam melaksanakan sesuatu yang diamanatkan baik berupa harta, keluarga, peran sosial, dan peran kenegaraan yang kesemuanya itu dijalankan dengan penuh amanah karena memegang teguh nilai, etika, moralitas kefitrian sebagai esensi dari akhlaqul karimah. Orang yang melaksanakan amanat dijuluki dengan sebutan ‘al-amin’ artinya orang yang terpercaya, jujur dan setia. Dinamai demikian karena segala sesuatu yang diamanatkan kepadanya menjadi aman dan terjamin dari segala bentuk gangguan dan rongrongan, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Sifat jujur dan terpercaya merupakan sesuatu yang sangat dipentingkan dalam segala kehidupan, seperti dalam kehidupan rumah tangga, perniagaan, perusahaan dan hidup bermasyarakat dan bernegara.
Bulan suci Ramadhan segera meninggalkan kita, hanya menghitung jam. Mungkinkah kefitrian yang kita idam-idamkan akan tercapai?. Syaratnya hanya bisa manakala kita menjaga akhlaqi yang bersumber pada nilai, etika, dan moral ajaran Islam. Akhlaqul karimah inilah yang menjadi peran esensial Nabi Muhammad SAW : Innama Buitstu Lii Utammimal Akhlaq. Selamat Idul Fitri 1442 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin.
Condet, 29 Ramadhan 1442 H
Ketua Umum PP ISNU
Ali Masykur Musa